Spread the love

Oleh Eva Helviana Hafsah
Guru SMKN 1 Cikalongkulon

Raja mulai memainkan gitarnya dengan merdu. Dia membawakan lagu yang berjudul Melukis Senja. Mia benar, suaranya lembut dan enak didengar. Aku terpana mendengar dia bernyanyi dengan merdu. Para penonton perempuan terlihat seperti terpana melihat dia menyanyi. Dia mengakhiri nyanyiannya dengan memberi hormat kepada penonton diikuti riuh tepuk tangan dari penonton.

“Raja, I love you!”, terdengar suara penonton perempuan berteriak.

Raja tersenyum kemudian menuruni panggung dan berjalan menuju bangku penonton. Dia menoleh ke arahku dan tersenyum.

“Deg!”, dadaku tiba-tiba berdegup melihat dia tersenyum seperti itu.

Raja disambut teman-teman perempuannya. Peserta berikutnya dipanggil oleh MC. Aku dan Raja duduk bersebrangan. Aku duduk di pinggir panggung di kursi panitia sedangkan Raja di kursi penonton. Aku melihat dia asyik berbincang dengan teman-temannya. Tiba-tiba Rena terlihat mendekati Raja. Mereka mengobrol dengan seru. Mereka sesekali tertawa terbahak-bahak. Sudah beberapa peserta maju begantian tetapi Raja dan Rena asyik mengobrol. Aku merasa kesal melihatnya. Biasanya dia berbicara seperti itu denganku. Tunggu, kenapa aku begini ya? Apa mungkin aku cemburu?

Semua peserta telah menampilkan penampilan terbaiknya. MC mengumumkan bahwa pemenang akan diumumkan esok hari. Para peserta bubar dan begitu pun panitia dan juri. Aku melihat Raja pergi dengan teman-temannya ke luar lapangan. Dia sama sekali tidak menghampiriku. Aku memandangi dia sampai tidak terlihat. Mungkinkah orang istimewa yang dia sebutkan adalah Rena? Setelah selesai menyanyi Rena menghampiri Raja dan mereka terlihat akrab sekali. Kenapa dia tidak cerita kepadaku? Ya mana mungkin cowok tidak suka Rena. Seperti yang dikatakan Raja, Rena itu cantik dan dia juga populer di sekolah.

***

Malam ini aku bersiap-siap pergi tidur. Aku merebahkan badanku, hari ini sangat melelahkan. Aku pulang dari sekolah hampir maghrib. Aku membuka selulerku dan melihat beberapa obrolan WA. Tidak ada pesan obrolan dari Raja. Biasanya hampir setiap malam dia mengirim pesan. Kulihat berkas obrolan dengannya, dia terlihat sedang online. Aku mengirimkan pesan.

“Raja, sebenarnya aku males sih muji kamu, tapi tadi siang penampilan kamu lumayan bagus lho”, ucapku.

Kutunggu beberapa menit, dia belum juga membaca pesanku. Sepertinya dia sedang chattingan dengan yang lain. Setelah 10 menit dia membaca pesanku. Dia mulai mengetik.

“Lumayan bagus apa bagus banget? Kalau muji jangan tanggung dong”, jawabnya.

“Iya bagus deh, oia siapa sih orang istimewa itu? Kamu bilang lagu itu buat orang istimewa bagiku, kenapa sih kamu gak cerita, buat pacar kamu ya?”, aku bertanya penasaran.

“Emang pacar aku siapa?”, dia balik bertanya.

“Gak tau, makanya aku nanya, gimana sih”.

“Kasih tau jangan ya, mau tau aja apa mau tau banget?”, dia balik bertanya lagi.

“Ya udahlah gak mau cerita mah gak apa-apa, pasti Rena ya? Tadi kamu asyik banget ngobrol sama dia sampai gak lihat aku”, aku menebak.

“Kamu cemburu?”, tanya Raja

“Gak lah, cuma aneh aja sejak kapan kamu deket ma dia, koq aku gak tau”.

“Sejak tadi siang, dia yang nyamperin, gak rugi dong deket sama cewek cantik and populer di sekolah”, jawabnya.

“Iya sih, cuma cowok yang bodoh yang gak suka sama Rena, udah dulu ya aku mau tidur”, aku mengakhiri percakapan.

“Oke”.

Ada rasa yang tidak aku sukai melihat Raja akrab dengan orang lain, terutama perempuan. Aku merasa akulah sahabat perempuan dia satu-satunya.

****

Aku sedang mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh guru PPKN saat itu. Pak Wahyu tidak bisa mengajar karena sedang rapat katanya. Aku bersama Mia, Sanny dan Rudi sedang berdiskusi. Kami mengerjakan tugas secara berkelompok. Sebagian siswa yang lain malah asyik bermain game lewat selulernya. Ada pesan masuk dari Bu Sari, guru Bahasa Indonesia.

“Rasti, ibu tunggu di ruang guru ya, hasil lomba puisi sudah ada”.

“Baik, Bu”, aku keluar menuju ruang guru.

*

“Assalamualaikum Bu”.

“Waalaikum salam, masuk Rasti”, jawab Bu Sari.

“Baik, Bu”.

“Sari, ini hasil lomba karya cipta puisi, bisa kalian umumkan di Instagram OSIS”, ucap Bu Sari.

“Pemenangnya siapa aja Bu?”, aku penasaran.

“Juara satu Niko dari kelas XII IPA 1, juara dua Almira dari XI IPA 2 dan juara tiganya Namira dari X IPA 4”.

“Niko Bu?”, aku kaget karena tidak menyangka Niko pandai membuat puisi.

“Iya Rasti, ibu juga kaget, ini baru pertama kali dia ikutan lomba cipta puisi”.

Kubaca-baca lagi puisi hasil karya Niko, bahasanya bagus pilihan katanya juga tepat. Sebenarnya aku penikmat puisi tapi aku tidak bisa membuat puisi. Aku berjalan menuju kelasku dan berpapasan dengan Niko. Dia tersenyum manis, ya ampun senyumnya manis membuat aku salah tingkah.

“Kak Niko!”, aku memanggilnya.

“Iya ada apa?”, Niko berbalik.

“Mmmhh, kakak suka bikin puisi ya? Kenapa gak gabung di grup literasi sekolah Kak?”, tanyaku penasaran.

“Oh, pasti kamu lihat puisi yang aku kirim ya, kakakku kuliah jurusan sastra, itu sebenarnya bikinan kakakku”, ucap Niko santai.

“Oh, kirain bikinan sendiri, padahal juara lho”.

“Wah menang? Wah bagus dong gak nyangka”, ucap Niko.

Aku tertegun, seketika rasa kagumku berkurang. Sudah jelas di dalam aturan bahwa puisi harus krya sendiri tapi dia malah mengirimkan puisi karya kakaknya.

“Kak, mending terus terang ke Bu Sari kalau puisinya bukan hasil karya kakak”, pintaku.

“Jangan Sari, aku kan juara, sayang kan hadiahnya nanti hilang, jangan bilang ya, cuma kamu yang tau lho”.

Aku sangat tidak menyukai kecurangan. Mendengar ucapan Niko, aku merasa telah salah kagum kepada seseorang. Aku pergi ke kelas meninggalkan Niko. Aku harus minta pendapat Raja, apakah aku harus mengatakan kepada Bu Sari atau tidak, tapi di mana Raja?

(Bersambung ke bagian 4)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here